Forum Gabungan Komunitas Peduli Rob Pekalongan

Senin, 01 Oktober 2018

Program Adaptasi Penanggulangan Rob Pekalongan Masih Minim

PEKALONGAN- Kota Pekalongan telah terdampak perubahan iklim cukup parah. Namun program adaptasi dari pemerintah daerah sampai saat ini masih minim.

Hal tersebut berdasarkan Kajian Tata Kelola Perubahan Iklim yang dilakukan tim peneliti Lembaga Kemitraan pada tahun 2017 di empat kabupaten/kota, yakni Kota Pekalongan dan Kabupaten Kebumen di Jawa Tengah, Kabupaten Pulang Pisau di Kalimantan Tengah, serta Kabupaten Donggala di Sulawesi Tengah.

Kajian dilakukan melalui pengolahan data objektif yang dimiliki masing-masing pemangku kepentingan pada 2015-2016, serta pengolahan data persepsi melalui wawancara tatap muka dan diskusi kelompok terpumpun (focus group discussion) terhadap 35 responden utama pada 2017. Adaptasi merupakan cara menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di sekitarnya.

'' Data Dinas PU Kota Pekalongan menunjukan bahwa tahun 2017 sebanyak 1,396 dari 4,525 Hektar luas Kota Pekalongan atau 7 Kelurahan telah tergenang banjir rob selama bertahun-tahun,'' kata Arif Nurdiansah, peneliti tata kelola perubahan iklim Kemitraan, dalam press release yang dikirimkam ke media,  Minggu (2/9).

Banjir rob, kata Arif, telah menurunkan produksi pertanian dan mengancam bertambahnya jumlah warga miskin kota. Karena sawah lestari yang selama ini dipertahankan seluas 734 Hektar, kini hanya tinggal 500 Hektar. Dampaknya tidak hanya sampai di situ, Arif menemukan anak-anak menderita penyakit pernafasan dan kulit, kepala keluarga yang stress dan tertekan akibat kehilangan lahan serta sawah yang merupakan tumpuan mencari mata pencaharian, tingginya potensi kekerasan dalam rumah tangga dimana perempuan menjadi korban.

'' Perempuan mendapatkan dampak ganda, rentan mengalami gangguan kebersihan reproduksi dampak dari rendahnya kualitas sanitasi dan air bersih di rumah, mudah terserang flu dan demam karena kelelahan, serta harus merawat anggota keluarga yang menjadi korban,'' terangnya.

Untuk itu, penting memberikan program pemberdayaan kepada perempuan. Namun menurut Arif harapan tersebut sulit terealisasi, karena anggaran pemberdayaan perempuan Kota Pekalongan hanya sebesar Rp 2.495 per perempuan per bulan. Jika dibandingkan, itu hanya lebih tinggi dari Kabupaten Kebumen yang sebesar Rp 95, lebih rendah dari Kabupaten Donggala sebesar Rp 3.454, dan Kabupaten Pulang Pisau Rp 5.211.

Tidak Ada Master Plan

Senada dengan anggaran pemberdayaan perempuan, besaran dana terkait program adaptasi perubahan iklim juga masih minim. Berdasarkan program adaptasi perubahan iklim yang tersebar di Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pertanian, Peternakan dan Kelautan, Badan Lingkungan Hidup, Bappeda, Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Kantor Ketahanan Pangan hanya senilai 28,9 miliar atau 3% dari total APBD 2016 yang sebesar Rp 857 miliar.

Ketidakseriusan pemerintah juga terlihat dari belum adanya rencana master plan tanggul penahan banjir rob. Kemitraan meminta izin akses dokumen masterplan pembangunan tanggul, baik ke pemerintah kota maupun pemerinta pusat -dalam hal ini Balai Besar Wilayah Sungai Pemali-Juana yang sedang melaksanakan pembangunan tanggul-, dan mereka menjawab tidak memiliki dokumen tersebut.
Kalau ada masterplan, idealnya pembangunan tanggul menyesuiakan rencana tersebut.

'' Pembuatan masterplan dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat menjadi salah satu bukti keseriusan pemerintah, sekaligus menjadi salah satu alternatif untuk menghentikan banjir rob di Pekalongan,'' jelas Arif.

Kemitraan, lanjut Arif, berharap pemerintah daerah semakin serius merumuskan program adaptasi perubahan iklim, terutama pendekatan programatik yang berkesinambungan kepada korban.

'' Ini agar mereka tidak merasa berjuang sendirian menghadapi dampak perubahan iklim yang tidak dapat diprediksi,'' tegasnya.(trisno suhito)
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

www.savepekalongan.com

Labels

Kanal Youtube

Pojok Opini